Friday, December 30, 2011

Sudah gaharu, Cendana pula

(taken from www.kphbanyumastimur.perumperhutani.com)

PEPATAH tua "sudah gaharu, cendana pula" bisa dipastikan menunjukkan betapa dikenalnya kedua jenis tanaman tersebut. Namun, selama ini yang dikenal dengan baik sebagai tanaman yang bernilai tinggi hanyalah kayu cendana. Sedang tanaman gaharu tidak banyak yang tahu kegunaannya, apalagi jika tanaman itu tumbuh sehat tanpa cacat, yang berarti nyaris tak punya nilai ekonomi.

Indonesia adalah produsen gaharu terbesar di dunia dan menjadi tempat tumbuh endemik beberapa species gaharu komersial dari marga Aquilaria seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. filaria dan lain-lain.  Pada tahun 1985, jumlah ekspor gaharu Indonesia mencapai sekitar 1487 ton, namun eksploitasi hutan alam tropis dan perburuan gaharu yang tidak terkendali telah mengakibatkan species-species gaharu menjadi langka.  Sehingga pada tahun 1995 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) telah memasukkan A. malaccensis, penghasil gaharu terbaik ke dalam daftar appendix II.  Sejak saat itu ekspor gaharu dibatasi oleh kuota yaitu hanya 250 ton/tahun.  Namun sejak tahun 2000, total ekspor gaharu dari Indonesia terus menurun hingga jauh dibawah ambang kuota CITES.

Semakin sulitnya mendapatkan gaharu di hutan alam telah mengakibatkan semua pohon gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.) dimasukkan dalam Apendix II pada konvensi CITES tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok. Karena kekhawatiran akan punahnya species gaharu  di Indonesia, maka sejak tahun 2005 Departemen Kehutanan telah menurunkan kuota ekspor menjadi hanya 125 ton/tahun.
Untuk memenuhi permintaan ekspor, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi gaharu secara lestari. Hal ini dapat dicapai melalui upaya  konservasi, pembangunan hutan industri gaharu yang didukung dengan tersedianya  bibit unggul, serta teknologi  bioproses gaharu yang efektif.  Selain untuk mempertahankan kelestarian gaharu, konservasi plasma nuftah gaharu baik secara in situ maupun ex situ juga akan memberikan peluang dihasilkannya bibit unggul.  Penemuan bibit unggul yang memiliki sifat potensial dalam menghasilkan gaharu dapat dilakukan melalui metode seleksi, baik seleksi in planta (pada pohon) maupun in vitro (di laboratorium).

Hingga seperempat abad lalu, gaharu (Aquilaria spp) yang banyak dijumpai di hutan Indonesia itu, tumbuh nyaris tanpa gangguan. Dalam proses pertumbuhannya, alam membuatnya tidak tumbuh normal, dalam arti, gangguan alam menyebabkan gaharu terinfeksi penyakit yang kemudian diketahui menghasilkan gubal gaharu. Gubal gaharu yang mengandung damar wangi (Aromatic resin) untuk bahan baku beraneka jenis wewangian inilah yang kemudian mendorong perburuan gaharu.

Sejak tahun 1970-an, perburuan gaharu mulai dilakukan besar-besaran karena nilai ekspor gubal yang tinggi. Lalu, dalam waktu 10-15 tahun setelah itu, tanaman gaharu di Indonesia mulai terancam punah, terutama karena belum dikenalnya teknologi budidaya gaharu dan teknologi memproduksi gubal. Apalagi meluasnya perburuan kayu gaharu dilakukan dengan penebangan yang sia-sia. Artinya, banyak pohon gaharu yang tidak mengandung gubal ditebang dan mati.

Gubal gaharu, merupakan bagian kayu gaharu yang mengandung aromatik resin (resin wangi). Zat-zat pada aromatik resin ini terbukti selain memiliki aroma pengharum, juga memiliki manfaat/khasiat sebagai anti asmatik, anti mikrobia, stimulan kerja syaraf dan pencernaan, zat aphriodisic (perangsang sex), anodyne (penghilang rasa sakit), anti kanker, diare, dan obat tumor paru-paru. Daun dan kulit batang gaharu mempunyai fungsi sebagai obat anti malaria, sedangkan sifat fisik kulit batang gaharu yang alot, sehingga sejak lama digunakan sebagai bahan baku tali-temali, merupakan bahan baku potensial bagi pembuatan aneka kerajinan tangan bernilai ekonomis tinggi.

Budi daya tanaman gaharu sudah mulai dilakukan di beberapa tempat, dan menunjukkan prospek yang sangat baik.  Pengelolaan tanamannya tidak berbeda dengan tanaman lainnya.  Perawatan yang intensif dapat memacu pertumbuhan sehingga seperti di Vietnam sudah bisa dilakukan inokulasi pada tanaman usia 4 (empat) tahun.

Pada panduan pengelolaan tanaman gaharu, biasanya tanaman sudah siap untuk diinokuladi pada usia 6 tahun. Akan tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan usia untuk dapat menghasilkan gaharu.  Hal tersebut sangat tergantung dengan diameter tanaman. Sehingga pembuatan lubang inokulasi sejauh lebih kurang 1/3 diamter pohon secara spiral dan vertical dengan spasi yang bervariasi tidak menyebabkan pohon rentan patah.  
Perawatan tanaman dengan pemupukan bahan organik sangat disarankan. Sehingga pertumbuhan pohon bisa optimal dan menghasilkan performa batang yang baik. Pemangkasan cabang harus dilakukan untuk memacu pertumbuhan vertikal pohon sehingga diameter pohon dapat berkembang sesuai yang diharapkan dan menghasilkan jaringan batang yang siap untuk dilakukan inokulasi.

Pembuatan jarak tanam pada saat penanaman sangat bervariasi sesuai dengan pola yang akan dikembangkan.  Jarak tanam yang cukup rapat seperti 3×1 m cukup ideal untuk membuat kualitas tegakan vertikal.  Pelebaran jarak tanam dapat dikompensasi dengan perawatan tanaman yang lebih intensif.  Jarak yang cukup lebar seperti 6 x 2 m atau 3 x 3 m memberikan kesempatan untuk mengkombinasi dengan tanaman pertanian sebelum terjadi penutupan tajuk. Beberapa teknis yang dikenalkan bisa dengan monokultur atau dicampur dengan pohon pelindung.

Banyak pihak pada saat ini terlibat secara intensif untuk menemukan metoda baru dalam menyelamatkan masa depan gaharu, seperti Prof. Blanchette dari Minnesota University (USA)Ibu Tri dari UNRAM, Ibu Gayuh dari IPB, pak Joner dari Biotrop, pak Herdi dari Litbang Kehutanan Bogor dan lain-lain.
Semua berharap bahwa gaharu dapat diselamatkan dengan salah satu cara menemukan metoda yang tepat dalam mempercepat produksi.  Dengan demikian masa depan gaharu akan menjadi lebih terperhatikan dan diharapkan dapat diselamatkan, karena juga berarti akan menyelamatkan masa depan kawan-kawan kita yang tinggal di sekitar hutan dan mempunyai ketergantungan ekonomi dengan gaharu.

1 comment:

  1. banyak buyer gaharu dan cendana tidak berapa mahir mengenali kayu dan teras ini,hal ini sedang terjadi pada diri saya sendiri,sebab saya mempunyai teras kayu ini untuk dijual, sekajap buyer kata ini cendana dan ada pula buyer kata ini gaharu,,mana satu yg betul?sila beri tunjuk ajar untuk saya bos 0138824350(whatsapp)

    ReplyDelete